The Conversation
07 Jul 2025, 03:27 GMT+10
Sinyal politik luar negeri Prabowo terhadap BRICS bisa menciptakan mispersepsi dan hilangnya reputasi nonblok Indonesia.
Indonesia perlu menunjukkan kembali komitmen pada prinsip-prinsip bebas-aktif.
Pemerintah perlu mitigasi dengan merumuskan kebijakan luar negeri oleh para diplomat berpengalaman di Kementerian Luar Negeri.
Pada 5-6 Juli 2025 ini menjadi pertama kalinya Presiden Prabowo Subianto menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS di Rio de Janeiro, Brasil, dalam kapasitasnya sebagai pemimpin negara dan sejak Indonesia resmi bergabung ke blok ekonomi ini pada 7 Januari lalu.
Prabowo berulang kali menyatakan bahwa bergabung dengan BRICS bukan karena kepentingan geopolitik, bukan anti-Barat, melainkan sebagai bentuk diplomasi bebas-aktif.
Namun, tampaknya tidak sesederhana itu negara-negara lain akan memandang Indonesia sebagai negara nonblok.
Di tengah situasi geopolitik dunia yang sedang tidak stabil, mulai dari perang Rusia-Ukraina, Israel-Hamas di Gaza, Israel-Iran, dan konflik India-Pakistan, sinyal politik luar negeri Prabowo berpotensi menciptakan mispersepsi dan miskalkulasi oleh negara-negara lain.
Apalagi dengan keputusan Prabowo untuk tidak menghadiri pertemuan G7 di Kanada pada pertengahan Juni lalu demi berkunjung ke Rusia untuk bertemu Presiden Vladimir Putin.
Momen KTT BRICS justru akan semakin menguatkan anggapan bahwa Indonesia sedang mendekat ke poros "revisionis Rusia-Cina-Iran. Poros ini merujuk pada kekuatan yang hendak mengubah tatanan dunia agar tidak selalu berkiblat ke Barat.
Arah kebijakan luar negeri Indonesia di bawah Prabowo saat ini sangat rentan menyebabkan Indonesia kehilangan reputasi sebagai negara yang dikenal selalu bersikap nonblok. Prabowo harus berupaya memitigasi segala risiko.
Setidaknya ada dua risiko dari keputusan Indonesia bergabung dengan BRICS.
1. Risiko mispersepsi
Kehadiran Indonesia di Rusia maupun dalam forum-forum BRICS bisa dianggap melegitimasi kekuatan revisionis) di dalam BRICS.
Kita tidak boleh naif menganggap bahwa BRICS bukanlah klub geopolitik. Di mata Amerika Serikat (AS) dan banyak negara Barat, Cina-Rusia-Iran dipandang dengan cara yang sangat berbeda dibandingkan dengan cara memandang ala Indonesia.
Meskipun Indonesia selalu bersikeras tidak berniat bergabung pada poros anti-Barat dan justru ingin tetap menggunakan prinsip bebas-aktif, kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa bagi Rusia, BRICS adalah upaya mencari aliansi melawan Barat.
2. Risiko reputasional
Reputasi Indonesia sebagai negara nonblok akan terjaga hanya jika terlibat di semua forum, dan berani bersuara keras pada semuanya.
Namun, diplomasi performatif yang dilakukan Prabowo memberi kesan Indonesia semakin mendekat ke Rusia dan Cina.
Prabowo mengritik keras standar ganda negara-negara Barat. Tetapi dalam kunjungannya ke Rusia, ia justru memuji Rusia dan Cina yang disebut tidak pernah menggunakan standar ganda.
Read more: Indonesia minta gabung BRICS: menguntungkan dalam investasi, mengkhawatirkan dalam diplomasi
Faktanya, Rusia pun melanggar asas kemanusiaan dalam invasinya ke Ukraina, dan Cina melanggar hak asasi manusia di Xinjiang.
Negara lain bisa menganggap Indonesia munafik dan menerapkan standar ganda jika kita tidak menekan Rusia untuk mengakhiri invasinya ke Ukraina, sementara di waktu lain kita terus menekan Israel dalam isu genosida di Palestina.
Terlepas dari semua retorika tentang bergabung dengan BRICS untuk memperkuat suara negara-negara Selatan, BRICS bukanlah representasi dari negara-negara berkembang saja.
Cina dan Rusia bukan negara berkembang dan kemungkinan hanya menggunakan narasi itu untuk memajukan kepentingan mereka. Pada dasarnya, BRICS adalah klub elite yang akhir-akhir ini menjadi lebih revisionis.
Read more: Kebangkitan Cina sebagai negara adidaya: Apa dampaknya bagi Indonesia, Asia dan tatanan global?
Jika Indonesia benar-benar ingin meningkatkan suara negara-negara Selatan, pemerintah perlu meningkatkan keterlibatan kita dalam kerja sama Selatan-Selatan.
Sayangnya, kita gagal memanfaatkan peringatan 70 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun ini untuk memperbarui tradisi kita dalam meminta pertanggungjawaban negara-negara besar, baik terhadap negara-negara Barat maupun dalam BRICS.
Oleh karenanya, Indonesia harus menunjukkan solidaritas dengan negara-negara Selatan melalui forum-forum lain seperti ASEAN, G20, G77, dan kelompok negara-negara menengah seperti MIKTA.
Forum Astana yang diprakarsai Kazakhstan, yang difokuskan pada diplomasi negara-negara menengah, juga dapat membantu menggalang dukungan di seluruh negara-negara Global South dan Global East (yang merupakan negara-negara bekas komunis).
Alih-alih sibuk bersikeras bahwa bergabungnya Indonesia ke BRICS bukan langkah geopolitik, pemerintah perlu menunjukkan pada negara-negara lain bahwa Indonesia tetap berkomitmen pada prinsip-prinsip bebas-aktif.
Dalam KTT BRICS kemarin, misalnya, Prabowo seharusnya bisa menekankan bahwa fokus BRICS bukan geopolitik pembentukan tatanan dunia baru maupun anti-Barat sebagaimana yang didorong Rusia, melainkan pada multilateralisme, perubahan iklim, keadilan sosial.
Read more: Ancaman proteksionisme Trump jadi tantangan bagi BRICS: Indonesia harus antisipasi
Mampu mengkritik sesama anggota BRICS (seperti Rusia ataupun Cina) dan mengadvokasi perdamaian di dalam forum BRICS akan mencerminkan komitmen kita terhadap prinsip kedaulatan yang setara antara negara maju (seperti Barat, Rusia, dan Cina) dan negara Selatan.
Yang terjadi dalam pernyataan bersama KTT BRICS 2025 justru hanya kutukan terhadap serangan Ukraina ke wilayah Rusia, sementara tidak ada sama sekali kritik terhadap invasi berkelanjutan Rusia ke Ukraina.
Ini menunjukkan Indonesia hanya menjadi pion geopolitik bagi Rusia di BRICS, dan tidak mampu memainkan perannya yang bebas dan aktif.
Kunci dari upaya mitigasi ini adalah mengembalikan beberapa peran diplomatik dan perumusan kebijakan luar negeri kepada para diplomat berpengalaman di Kementerian Luar Negeri.
Kita perlu segera menyelesaikan penunjukan para Duta Besar, terutama untuk mitra-mitra kita di Barat, termasuk AS dan beberapa negara Eropa seperti Jerman.
Prabowo perlu menahan diri untuk tidak membuat sendiri semua keputusan kebijakan luar negeri. Untuk itu perlu ada dialog dan koordinasi lintas-sektoral dengan para akademisi dan praktisi urusan strategis dalam kerangka Dewan Keamanan Nasional.
Prabowo bisa mendapatkan masukan yang tepat dan strategis, sehingga tidak hanya menjadikan politik luar negeri dan diplomasi sebagai ajang tampil dan meraih status sebagai pemimpin dunia.
Baik atau buruk, Indonesia sudah terlanjur berada di dalam BRICS. Kuncinya sekarang adalah bagaimana menghadapi konsekuensinya.
Jika kita ingin "bermain dengan api BRICS," kita memerlukan strategi untuk mengatasi dampak jangka pendek dan jangka panjangnya.
Tanpa strategi dan tujuan serta kepentingan yang jelas, Indonesia hanya akan menjadi useful idiots bagi negara-negara lain yang mendapatkan keuntungan politik dari keanggotaan Indonesia di BRICS.
Get a daily dose of Iran Herald news through our daily email, its complimentary and keeps you fully up to date with world and business news as well.
Publish news of your business, community or sports group, personnel appointments, major event and more by submitting a news release to Iran Herald.
More InformationMILAN, Italy: Italian regulators have flagged four non-EU countries—including Russia—as carrying systemic financial risk for domestic...
NEW YORK CITY, New York: With just weeks to spare before a potential government default, U.S. lawmakers passed a sweeping tax and spending...
PARIS, France: Fast-fashion giant Shein has been fined 40 million euros by France's antitrust authority over deceptive discount practices...
PALO ALTO/TEL AVIV: The battle for top AI talent has claimed another high-profile casualty—this time at Safe Superintelligence (SSI),...
FRANKLIN, Tennessee: Hundreds of thousands of Nissan and Infiniti vehicles are being recalled across the United States due to a potential...
REDMOND, Washington: Microsoft is the latest tech giant to announce significant job cuts, as the financial strain of building next-generation...
CAIRO, Egypt: This week, both Hamas and Israel shared their views ahead of expected peace talks about a new U.S.-backed ceasefire plan....
WASHINGTON, D.C.: President Donald Trump will meet Israeli Prime Minister Benjamin Netanyahu at the White House on Monday. President...
GENEVA, Switzerland: A new United Nations report alleges that dozens of global corporations are profiting from and helping sustain...
LONDON, UK - Lawmakers in the United Kingdom have voted overwhelmingly to proscribe the direct-action group Palestine Action as a terrorist...
Nagpur (Maharashtra) [India], July 7 (ANI): Union Minister Nitin Gadkari expressed deep concern over the ongoing conflicts across the...
The US president has warned countries against aligning with anti-American policies US President Donald Trump has threatened to impose...